BANK Dunia dalam laporan terbarunya Global Economy Prospects 2013 menurunkan target pertumbuhan global 2013 menjadi 2,2 persen. Lima tahun pascakrisis 2008, ekonomi dunia belum dapat keluar dari zona krisis walaupun volatilitas dan guncangan (economy shock) relatif lebih terjaga dalam setahun terakhir.
Tahun 2013, ekonomi negara-negara maju diperkirakan tumbuh 1,2 persen, sedangkan Zona Eropa berkontraksi 0,6 persen. Ekonomi negara-negara maju pada 2013 diprediksi masih tersandera persoalan fiskal, tingginya angka pengangguran, dan rendahnya tingkat kepercayaan pasar (bisnis dan konsumen).
Sementara itu, pertumbuhan negara-negara berkembang diproyeksikan menjadi sekitar 5,1 persen pada 2013. Perlambatan ekonomi pada sejumlah kawasan sebagian lantaran beberapa negara menempuh langkah pengetatan kebijakan fiskal. Meski demikian, pertumbuhan yang solid tetap terjadi di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia. Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 6,2 persen pada 2013. Meski tekanan krisis dari negara-negara maju relatif mereda dan ada perkembangan positif pada sejumlah indikator dalam setahun terakhir, diperkirakan negara berkembang kini menghadapi munculnya ketidakpastian dan risiko baru.
Bank Dunia mengidentifikasi setidaknya ada empat isu risiko yang dihadapi negara-negara berkembang saat ini. Pertama, efek pelonggaran fiskal dan kebijakan moneter di Jepang. Terdepresiasinya yen sebesar 21 persen sejak September 2012 dan overheating di Asia Timur memberi tekanan daya saing produk negara-negara berkembang di pasar ekspor yang head-to-head dengan produk Jepang.
Kedua, menurunnya harga komoditas industri dunia yang jauh lebih cepat dari perkiraan semula. Penurunan ini berdampak pada pelemahan nilai ekspor komoditas negara-negara berkembang dan berpotensi menekan ruang fiskal.
Ketiga, dinamika ekonomi domestik seperti tekanan inflasi dan penggelembungan (bubbles) harga aset serta penurunan pertumbuhan ekonomi. Keempat, quantitative easing di Amerika Serikat berdampak pada meningkatnya biaya utang yang kemudian menekan kapasitas fiskal. Hal ini berpotensi lebih buruk pada negara-negara yang menghadapi defisit fiskal dan pengelolaan sektor keuangan yang belum stabil.
Dengan profil dinamika ekonomi global di atas, Bank Dunia merekomendasikan pembenahan struktural perekonomian negara-negara berkembang untuk dapat membendung dan mendorong ekonomi domestiknya di tengah ketidakpastian global.
Bagi Indonesia, pembenahan struktural dilakukan terus-menerus dalam beberapa tahun terakhir. Untuk memitigasi risiko khususnya di industri keuangan yang rentan terhadap risiko krisis, pemerintah telah mempersiapkan Crisis Management Protocol Framework Nation- Wide.
Dengan demikian proses penanganan ancaman krisis keuangan dapat dilakukan secara lebih komprehensif dengan harmonisasi kebijakan moneter dan fiskal. Selain itu telah dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur BI, LPS, dan OJK. Forum koordinasi ini bertugas memonitor secara permanen situasi perekonomian global, melakukan assessment stabilitas sistem keuangan, dan memperkuat pertahanan jika terjadi guncangan ekonomi.
Terkait dengan risiko meningkatnya utang di sejumlah negara berkembang, Indonesia terus menjaga proporsi utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam batasan aman dan prudent di kisaran 24–25 persen. Begitu pula dengan defisit anggaran hingga 2007–2012 tetap terjaga pada rentang yang aman di bawah 3 persen.
Pemerintah dan DPR telah menyepakati defisit anggaran terhadap PDB pada APBNP 2013 sebesar 2,38 persen sesuai amanat undang-undang. Selain itu sejumlah asumsi makro menjadi lebih realistis mengikuti perkembangan situasi global.
Program pemotongan anggaran kementerian/ lembaga juga dilakukan agar postur belanja APBN-P 2013 menjadi lebih berkualitas dan memiliki dampak lebih besar pada kegiatan produktif di Tanah Air. Sidang paripurna DPR yang akan dilakukan pada hari ini untuk mengesahkan RUU APBN-P 2013 merupakan respons Indonesia terhadap tantangan perekonomian dunia. Ekonomi nasional perlu terus dijaga di tengah kondisi dunia yang belum menunjukkan perbaikan substantif dan fundamental.
Kesempatan ini merupakan momen berharga bagi Indonesia untuk terus memacu kinerja ekonomi domestik, menarikinvestasi, mendorongekspor, industrialisasi, percepatan infrastruktur, perluasan lapangan kerja yang akhirnya diharapkan dapat menekan risiko global serta memacu mesin-mesin pertumbuhan ekonomi. Sementara pembenahan yang lebih bersifat jangka panjang juga perlu secara berkesinambungan terus dilakukan.
Pembangunan industri perlu terus didorong melalui peningkatan nilai tambah sehingga daya saing nasional dapat terus ditingkatkan. Hilirisasi-industrialisasi dan infrastruktur diharapkan dapat menyelamatkan ekonomi Indonesia dari middle-income trap. Meningkatnya kinerja investasi perlu dijaga untuk penyerapan tenaga kerja (job creation). Hal ini hanya dapat terjadi kalau stabilitas politik dapat kita jaga dan tingkatkan, khususnya menjelang Pemilu 2014.
Dan pemimpin baru 2014 perlu meneruskan capaian sekaligus memperbaiki kekurangan periode sebelumnya. Hanya dengan inilah Indonesia bisa menjadi negara maju pada 100 tahun kita merdeka, yaitu pada 2045, atau bahkan lebih cepat.
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
(Koran SINDO//wdi)
sumber :
http://economy.okezone.com/read/2013/06/17/279/822883/redirect
Tidak ada komentar:
Posting Komentar