home

Rabu

judul :
Konsep Uang dalam Perspektif
Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Ahmad Mansur



Penutup
Tullissan ini menyimpulkan bahwa memang ada
perbedaan dan persamaan pandangan mengenai konsep
uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam,
demikian juga dengan kelebihan dan kelemahannya.
Uang yang menurut ekonomi Islam hanya berfungsi
sebagai alat tukar dan satuan hitung, tidak dapat dipaksakan
sebagai alat penyimpan nilai atau daya beli. Hal ini tak lepas
dari teori permintaan uang dengan motif spekulatif yang
pada akhirnya akan menimbulkan bunga dalam sistem
perekonomian, instabilitas nilai mata uang, serta fluktuasi
output dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang berakibat
kepada distribusi pendapatan. Fungsi uang sebagai standar
pembayaran tertangguhkan juga tidak diterima oleh ekonomi Islam. Sebab hal ini dapat menjadikan uang sebagai
komoditi yang dapat diperjual-belikan, sehingga uang
mempunyai harga yang tak lain adalah bunga.


Sumber : http://ejournal.sunan-ampel.ac.id/index.php/al-Qanun/article/viewFile/41/34
judul : MASALAH FUNGSI UANG DAN SISTEM PERBANKAN ISLAM


H. Abd. Hadi


Kesimpulan
Dilihat dari segi peranan dalam kegiatan ekonomi, bank Islam dan bank konvensional mempunyai kesamaan, yakni sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana. Dengan perannya sebagai penerima simpanan, ada kesan bank menjadi tempat penumpukan uang. Tetapi sebenarnya tidak demikian, sebab uang yang masuk di bank tidak akan ditahan begitu saja, tetapi dana tersebut diusahakan dapat disalurkan ke berbagai usaha perekonomian. Bahkan, bank akan gelisah bila terjadi kelesuhan dalam penyaluran dana.
Bunga yang ditimbulkan akibat penyaluran dana merupakan sumber keuntungan bank. Ia disebut keuntungan kotor, karena keuntungan tersebut akan dipakai untuk keperluan administrasi, biaya karyawan dan lain-lain. Di samping itu, adanya teori Time Value of Money menuntut adanya nilai nominal uang setara di masa akan datang. Inilah yang mengharuskan adanya uang tersebut berbunga atau berkembang secara nominal.
Kedua lembaga keuangan, baik bank konvensional maupun bank Islam, membutuhkan biaya operasional dan juga selalu memperhatikan nilai nominal uang yang setara di waktu mendatang. Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar kalau dalam bank Islam ada istilah mark up, ketika melakukan perjanjian jual beli dengan sistem mura>bah}ah. Dalam hal pemberian keuntungan, istilah yang dipakai bank konvensional adalah pemberian bunga dari uang yang telah dioperasionalkan lewat berbagai cara. Sedang, dalam bank Islam pemberian keuntungan memakai istilah bagi hasil dari keuntungan uang yang juga telah dioperasionalkan.
judul : KEPASTIAN HUKUM DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN INVESTASI DI INDONESIA
Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum1


Kesimpulan
Kepastian hukum dalam transaksi bisnis internasional sangat mempengaruhi iklim investasi di suatu negara, baik investasi langsung maupun portofolio, baik yang dilakukan dengan modal asing maupun modal dalam negeri. Ketidakpastian dalam pengaturan dan penegakan hukum dalam transaksi bisnis internasional memicu ketidaknyamanan berinvestasi dan ketidakpercayaan terhadap iklim investasi di negara tersebut. Dalam konteks Indonesia, ketidakpastian transaksi bisnis internasional ini masih menjadi bagian dari kendala
investasi. Ketidakpastian ini tidak saja karena ketidakpastian substansi hukum (peraturan perundang-undangan), terutama karena adanya unclearity of status and definition dalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena ketidakpastian penerapan peraturan dalam putusan-putusan pengadilan.
Citra hukum yang tidak pasti tidak saja disebabkan oleh kelemahan substansi hukum, tetapi juga karena kelemahan sumber daya manusia dari penegak hukum dan kultur pelaku transaksi yang lebih mengutamakan pertimbangan kepentingan daripada itikad baik dalam melaksanakan kesepakatan transaksi.


Sumber: http://artapp.net/KEPASTIAN-HUKUM-DALAM-TRANSAKSI-BISNIS-INTERNASIONAL-DAN-....html
judul : ANALISIS PERANAN MODAL ASING TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Oleh : ( 1 )Agung Nusantara dan ( 2 )Enny Puji Astutik


KESIMPULAN
Untuk meningkatkan kontribusi utang luar negeri, tabungan domestik serta investasi asing terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut :

Upaya penarikan investasi asing ke Indonesia perlu ditingkatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penyederhaan proses pengurusan izin-izin dan adanya keterpaduan koordinasi antar departemen melalui pemotongan jalur birokrasi, serta diterapkannya insentif perpajakan yang transparan dalam bentuk tax holiday yang masih baru untuk beberapa tahun. Disamping itu investasi asing mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi tidak hanya melalui transfer teknologi dan perbaikan pengetatan manajemen misalnya dengan pengembangan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia, mendukung teknologi yang diterapkan, sehingga rencana alih teknologi dapat terlaksana dengan baik.
Agar pengalokasian bantuan luar negeri optimal, maka perlu dipikirkan reorientasi proyek yang dibiayai dengan utang luar negeri serta peran pengawasan baik oleh institusi yang berwenang melalui wakil-wakilnya perlu ditingkatkan.

Sumber :http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/Ed4Jul-Ags071822.pdf
judul : ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP VOLUME EKSPOR KOPI PROVINSI BALI PERIODE 1990-2006

Putu Krisna Adwitya Sanjay



Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat
ditarik simpulan bahwa harga rata-rata ekspor kopi,
kurs dollar Amerika Serikat dan kebijakan ekspor
kopi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap
volume ekspor kopi Provinsi Bali periode 1990-
2006. Pada periode yang sama kedua varibel bebas
tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
volume ekspor kopi Provinsi Bali periode 1990-2006,
dengan volume ekspor sesudah kebijakan ekspor lebih
rendah daripada periode sebelum kebijakan ekspor
diberlakukan. Variabel Kurs dollar Amerika Serikat
merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh
terhadap volume ekspor kopi Provinsi Bali periode
1990-2006 dan nilai Standardized Coefficients Beta
dari kebijakan ekspor kopi adalah sebesar –0,831 yang
merupakan nilai absolut Standardized Coefficients
Beta yang tertinggi jika dibandingkan dengan nilai
Standardized Coefficients Beta dari variabel lainnya

Sumber :http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/8.pdf
judul : SOSIALISASI GENDER OLEH ORANGTUA DAN
PRASANGKA GENDER PADA REMAJA
Dewi Ashuro Itouli Siregar
dan
Sri Rochani

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil studi ini memperlihatkan
fakta bahwa sosialisasi gender oleh
orangtua tidak berhubungan dengan
prasangka gender secara umum, maupun
dengan penerimaan gender pada remaja
pria dan perempuan. Hanya saja, ditemukan bahwa sosialisasi gender oleh
orangtua memiliki hubungan dengan
penolakan gender pada remaja pria
meskipun tidak pada remaja perempuan.
Saran
Alat ukur sosialisasi gender dalam
penelitian ini mengadopsi dari yang
digunakan di negara barat. Diperlukan
pembangunan sendiri alat ukur sosialisasi
gender dan prasangka gender agar dapat
lebih sesuai untuk penelitian dengan
sampel remaja di Indonesia. Penelitian
juga hanya melibatkan remaja sebagai
responden. Penelitian selanjutnya dapat
diperluas dengan mengikutsertakan orang-tua didalam penelitian sehingga hasil
penelitian tentang pola hubungan orangtua dan anak remaja menjadi lebih akurat
lagi karena mengambil sudut pandang
kedua belah pihak.


Sumber :http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/230/173
judul : PERSEPSI KEADILAN, TEKANAN KERJA DAN SEMANGAT KERJA
PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL
Dina Kusuma Astuti
dan
M.M. Nilam Widyarini



KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat peranan tekanan kerja
yang dialami pegawai terhadap semangat
kerja. Tekanan kerja hanya memiliki
kontibusi sebesar 4.1% dan sisanya sebesar 95.9% pada semangat kerja dipengaruhi oleh faktor lain.
Selain itu dalam penelitian ini dapat
terlihat pula bahwa terdapat peranan yang
signifikan dari persepsi keadilan terhadap
gaji dengan tekanan kerja. Persepsi keadilan terhadap gaji memiliki kontribusi
sebesar 9.8% sedangkan sisanya 90.2%
dalam tekanan kerja disebabkan oleh
faktor lain.
Demikian juga terdapat peranan
yang signifikan dari persepsi keadilan
terhadap gaji dengan semangat kerja.
Persepsi keadilan terhadap gaji memiliki
kontribusi sebesar 26.9% sedangkan am
organisasi.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat beberapa bentuk
penghargaan lain yang diberikan pihak
Instansi. Bentuk penghargaan tersebut
antara lain berupa jaminan hari tua atau
pensiun, pemberian piagam penghargaan
untuk para pegawai yang telah mengabdi
di Instansi tersebut serta diberikannya
kesempatan mendapatkan beasiswa pendidikan lanjutan untuk pegawai yang
berprestasi.
Persepsi pegawai terhadap keadilan
pemberian gaji bukan saja hanya meningkatkan semangat kerja, akan tetapi juga
dapat memicu munculnya tekanan kerja
(William, 1992). Akan tetapi kenyataan
dilapangan menunjukkan bahwa persepsi
pegawai mengenai keadilan terhadap
pemberian gaji yang terima memberikan
kontribusi sebesar 9.8% terhadap tekanan
kerja. Hal tersebut berarti bahwa persepsi
keadilan terhadap gaji berperan menimbulkan tekanan kerja, namun peranan
tersebut tidak terlalu besar.
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat peranan tekanan kerja
yang dialami pegawai terhadap semangat
kerja. Tekanan kerja hanya memiliki
kontibusi sebesar 4.1% dan sisanya sebesar 95.9% pada semangat kerja dipengaruhi oleh faktor lain.
Selain itu dalam penelitian ini dapat
terlihat pula bahwa terdapat peranan yang
signifikan dari persepsi keadilan terhadap
gaji dengan tekanan kerja. Persepsi keadilan terhadap gaji memiliki kontribusi
sebesar 9.8% sedangkan sisanya 90.2%
dalam tekanan kerja disebabkan oleh
faktor lain.
Demikian juga terdapat peranan
yang signifikan dari persepsi keadilan
terhadap gaji dengan semangat kerja.
Persepsi keadilan terhadap gaji memiliki
kontribusi sebesar 26.9% sedangkan
sisanya 73.1% dalam semangat kerja
disebabkan oleh faktor lain.

Sumber :http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/266/206

Senin

Peranan Hukum Dalam Ekonomi Pasar :
Studi Kasus Indonesia

Oleh: Ditha Wiradiputra





Penutup
Agar dapat ekonomi pasar Indonesia berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu dapat membuat perekonomian Indonesia menjadi lebih efesien, sangat ditentukan oleh dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat. Tanpa adanya dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat sulit bagi ekonomi pasar dapat bejalan secara baik.
Ekonomi pasar dengan kelembagaan hukum ekonomi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, meskipun terkadang perkembangan kelembagaan hukum ekonomi selalu tertinggal dari perkembangan ekonomi pasar. Namun seharusnya kelembagaan hukum ekonomi dapat selalu mengikuti perkembangan ekonomi pasar.


Sumber : http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=48&ved=0CEcQFjAHOCg&url=http%3A%2F%2Fstaff.ui.ac.id%2Finternal%2F050203007%2Fmaterial%2FPaperPerananHukumDalamEkonomiPasar.doc&ei=yzbaTbfGG8LZrQfe0JSRBg&usg=AFQjCNGLDHcwVL1syo1B3cuXUKbTOpax-w&sig2=jCt9aS63cfns-Jja7NHAXA
jurnal : UPAYA MENYUSUN HUKUM EKONOMI INDONESIA
PASCA TAHUN 2003
Oleh :
PROF. DR. C.F.G SUNARYATI HARTONO, S.H


Kesimpulan dan Saran
Maka tidaklah mengherankan mengapa tidak hanya Hukum Ekonomi amburadul,
tetapi juga kehidupan ekonomi kita begitu sulit “tinggal landas”, kalau “landasan”nya
saja belum ditata dengan baik dan mantap.
Oleh sebab itu di samping berbagai aspek Hukum Ekonomi yang lain, yang tentu
juga harus diprioritaskan adalah pengaturan berbagai lbentuk usaha (korporasi)
pelaku ekonomi di samping berbagai kontrak, termasuk berbagai hibridanya yang
sekarang sudah dikembangkan, untuk menjaga kepastian hukum, kebenaran dan
keadilan bagi semua pihak yarlg terlibat dalan proses perekonomian dalam dan luar
negeri.
Juga tidak boleh dilupakan penelitian-penelitian dan pembahasan berbagai aspek
Hukum Ekonomi lnternasional dan Regional yang mempengaruhi perekonomian
Indonesia, baik secara positif, tapi lebih sering lagi secara negatif, seperti antara lain
aspek-aspek hukum dari Letters of Intent dengan IMF, World Bank, dan lain-lain
perjanjian internasional seperti GATT-WTO, AFTA, ASAF dan lain sebagainya.
Tampaklah bahwa tidak hanya bidang Ekonomi harus ditangani secara konseptual,
sistemik dan profesional, tetapi bidang Hukum Ekonomi pun mau tidak mau juga
harus dipelajari, ditekuni, dibahas dan dikembangkan secara konseptual, sistemik
dan profesional, sejalan, searah dan sederap dengan kebijaksanaan dan
pengambilan keputusan di bidang ekonomi.
Semoga, Seminar Hukum Nasional VIII ini menjadi titik mula bagi kesadaran ini, dan
titik awal bagi kerjasama yang baik dan sinergis antara para ahli dan pengambil
keputusan di bidang ekonomi dengan para ahli dan pengambil keputusan (baik di
bidang legislatif, eksekutif, yudikatif dan pengawasan) di bidang hukum, demi
kebangkitan bangsa dari keterpurukan ekonomi, politik, hukum, hankam mau pun
sosial politik sejak tahun 1977


Sumber : http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Upaya%20menyusun%20hukum%20ekonomi%20Indonesia%20-%20sunaryati%20hartono.pdf

Minggu

jurnal :
SEGI HUKUM BISNIS DALAM KEBIJAKAN
PRIVATISASI BUMN MELALUI PENJUALAN SAHAM
DI PASAR MODAL INDONESIA
Oleh
Pandu Patriadi


Kesimpulan :
Segi Hukum Bisnis di Pasar Modal Dengan Kebijakan Privatisasi BUMN Melalui Penjualan Saham
saat ini pasar modal masih dalam kondisi yang lemah, kadang masih ada yang memanfaatkan pasar modal untuk tujuan yang destruktif oleh pelaku pasar modal seperti tindakan insider traiding.
Di Indonesia pasar Modal merupakan bisnis yang cukup baru. Peraturan pasar modal masih tergolong simpel tapi kesimpelan tersebut tidak sepenuhnya ditegakan.
Ketidakadilan di pasar modal juga sering terjadi seperti adanya transaksi dimana pelakunya menghadapi benturan kepentingan tertentu, seperti adanya akuisisi diantara perusahaan-perusahaan dalam satu grup yang sama. Pada prinsipnya hukum tidak melarang dilakukannya transaksi yang menimbulkan benturan kepentingan tersebut, akan tetapi pengaturan tersebut dimaksudkan agar ketidakadilan dapat diredam. Program privatisasi BUMN harus dapat meminimalizir efek negatif dari permasalahan benturan kepentingan ini.


Sumber : http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian%5CPandus-1.pdf
jurnal : KODE ETIK DAN PERMASALAHAN HUKUM JASA PENILAI DALAM
KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA
Joni Emirzon, SH., M.Hum.
Dosen Hukum Bisnis dan Ketua Kajian Hukum dan Bisnis FH Unsri



KESIMPULAN DAN SARAN
Dasar hukum kegiatan jasa penilai adalah Kode Etik Penilaian Indonesia dan SPI. Etik
Profesional dalam dunia penilaian (appraisal) adalah mengutamakan kepentingan masyarakat
konsumennya yang mengandung maksud menjamin bahwa pengalaman profesi dilakukan
harus senantiasa dengan niat yang luhur dan dengan cara yang benar; Dengan etik tersebut
perlindungan dan penjagaan terhadap citra suatu profesi penilai karena citra ikut menentukan
keberhasilan suatu upaya pelayanan kepada si klien; Etik Profesional bertujuan memelihara
kelestarian dari profesi penilai sendiri. Dengan demikian pentingnya kode etik dan SPI
tersebut tidak saja untuk melindungi masyarakat dari perbuatan penilai yang tidak
bertanggung jawab tetapi juga melindungi Penilai dan Perusahaan Jasa Penilai sendiri namun
demikian tidak cukup, apabila pengaturan jasa penilai belum dibuat dalam satu ketentuan yang
tegas dan pasti seperti usaha-usaha jasa lainnya misalnya UU Perbankan, UU Pasar Modal,
UU Advoka

Sumber : http://digilib.unsri.ac.id/download/joniemirzon.pdf
judul : PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
SEBAGAI SALAH SATU PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL:
UPAYA KONKRIT MEMUTUS MATA RANTAI KEMISKINAN
Oleh:
Wiloejo Wirjo Wijono
Kesimpulan:
Upaya untuk memberantas kemiskinan dapat dilakukan dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, antara lain dengan memperluas akses UKM dalam mendapatkan modal yang tidak hanya bersumber dari Bank tapi juga dari lembaga lainnya yang non formal seperti Lembaga Keuangan Mikro (LKM). LKM sendiri ternyata mampu memberikan berbagai jenis pembiayaan kepada UKM walaupun tidak sebesar lembaga keuangan formal, Potensi yang cukup besar tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena LKM masih menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan antara lain aspek kelembagaan yang tumpang tindih, keterbatasan sumber daya manusia dalam pengelolaan LKM dan kecukupan modal, untuk mengembangkan LKM sendiri dapat dilakukan dengan cara mendesak mengesahkan RUU tentang LKM.

Sumber : http://www.iei.or.id/publicationfiles/Lembaga%20Keuangan%20Mikro.pdf
Jurnal : ASPEK-ASPEK HUKUM
KEUANGAN DAN PERBANKAN
oleh
Dr. Jusuf Anwar, SH., MA


PENUTUP
1. Terjadinya dualisme hukum sebaiknya disikapi sebagai suatu hal yang positif
dan dapat lebih memudahkan regulasi yang akomodatif dan kondusif bagi
kebutuhan bisnis dan ekonomi. Faktor penting lainnya yaitu kebijakan ekonomi
yang dilakukan oleh pemerintah dari negara-negara Asia menjadi kunci yang
diterminan bagi pergeseran dan perubahan sistem hukum di banyak negara
Asia antara 1960 hingga saat ini. Namun demikian, perpaduan sistem hukum
ini belum dapat diklaim sebagai kovergensi penuh dan total dari kedua sistem
kontinental dan Anglo Saxon, karena aspek-aspek lain yang bersifat
prosedural banyak dibentuk dari sejarah, budaya dan tradisi hukum masingmasing negara.
2. Penerapan good corporate governance harus dilakukan penuh kesadaran atau
komitmen yang tinggi dari berbagai pihak dan kalangan. Dalam konteks
keuangan dan perbankan, hal ini akan menjadi tugas setiap elemen
perusahaan yang bergerak di sektor keuangan dan perbankan, asosiasi
keuangan dan perbankan, BPPN, dan juga Bank Sentral.
3. Perubahan paradigma tentang peran hukum, serta dari ‘hukum yang mengikuti
perkembangan ekonomi dan masyarakat’ menjadi ‘hukum yang berorientasi ke
depan yang mampu mengantisipasi dan mengakomodasi serta menjembatani
masalah hukum dan ekonomi dalam masyarakat nasional, namun juga
akomodatif dan mampu berintegrasi dengan ketentuan-ketentuan internasional
yang relevan, menjadi suatu kebutuhan yang mendesak bagi perkembangan
ekonomi dan hukum.

Sumber : http://www.indianpe.com/Arvind%20Mathur-%20Indonesian%20Minister%20of%20Finance's%20article%20Aspek-Aspek%20Hukum%20-%20jusuf%20anwar-1.pdf?id=203&yr=2000
Judul jurnal : FENOMENA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
oleh
Rachmat Hendayana dan Sjahrul Bustaman


REVIEW JURNAL

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
(1) Keberadaan LKM diakui masyarakat memiliki peran strategis sebagai intermediasi
aktivitas perekonomian yang selama ini tidak terjangkau jasa pelayanan lembaga
perbankan umum/bank konvensional;
(2) Secara faktual pelayanan LKM telah menunjukkan keberhasilan, namun
keberhasilannya masih bias pada usaha-usaha ekonomi non pertanian. Skim
perkreditan LKM untuk usahatani belum mendapat prioritas, hal itu ditandai oleh
relatif kecilnya plafon (alokasi dana) untuk mendukung usahatani, yakni kurang dari
10 % terhadap total plafon LKM;
(3) Faktor kritis dalam pengembangan LKM sektor pertanian terletak pada aspek
legalitas kelembagaan, kapabilitas pengurus, dukungan seed capital, kelayakan
ekonomi usaha tani, karakteristik usahatani dan bimbingan teknis nasabah/pengguna
jasa layanan LKM;
Saran
Untuk memprakarsasi penumbuhan dan pengembangan LKM pertanian diperlukan
adanya pembinaan peningkatan kapabilitas bagi SDM calon pengelola LKM,
dukungan penguatan modal dan pendampingan teknis kepada nasabah pengguna
kredit.

Sumber : http://makalahjurnalskripsi.com/wp-content/uploads/2009/12/contoh-jurnal-ekonomi-fenomena-lembaga-keuangan-mikro.pdf

REVIEW JURNAL

PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
SEBAGAI SALAH SATU PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL:
UPAYA KONKRIT MEMUTUS MATA RANTAI KEMISKINAN1
Oleh:
Wiloejo Wirjo Wijono2


Kesimpulan :
Berdasarkan uraian diatas, maka kesimpulan yang bisa diketengahkan adalah
sebagai berikut:
1. Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan memutus mata rantai
kemiskinan itu sendiri, antara lain dengan memperluas akses Usaha Kecil dan
Mikro (UKM) dalam mendapatkan fasilitas permodalan yang tidak hanya
bersumber dari lembaga keuangan formal tapi juga dari Lembaga Keuangan Mikro
(LKM),
2. LKM ternyata mampu memberikan berbagai jenis pembiayaan kepada UKM
walaupun tidak sebesar lembaga keuangan formal, sehingga dapat menjadi
alternatif pembiayaan yang cukup potensial mengingat sebagian besar pelaku
UKM belum memanfaatkan lembaga-lembaga keuangan,
3. Potensi yang cukup besar tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal,
karena LKM masih menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan antara lain
aspek kelembagaan yang tumpang tindih, keterbatasan sumber daya manusia
dalam pengelolaan LKM dan kecukupan modal,
4. Upaya untuk menguatkan dan mengembangkan LKM sebagai salah satu pilar
sistem keuangan nasional, diantaranya yang mendesak adalah menuntaskan RUU
tentang LKM agar terdapat kejelasan dalam pengembangan LKM. Serta komitmen
pemerintah dalam memperkuat UKM sebagai bagian tidak terpisahkan dari
pengembangan LKM


Saran :
Sedangkan saran yang relevan dengan pengembangan LKM mencakup:
1. Perlunya strategi jangka panjang yang jelas dalam pengembangan LKM baik cetak
biru maupun kelembagaannya sebagaimana strategi yang telah berjalan pada
industri perbankan, mengingat kontribusi LKM yang cukup besar dalam
pengembangan UKM
2. Perlunya pendalaman dan pengkajian yang lebih intensif tentang karakteristik
LKM di Indonesia, agar RUU tentang LKM yang dihasilkan nanti akan menjadikan
LKM semakin berkembang dan tangguh bukan sebaliknya


Sumber : http://makalahjurnalskripsi.com/wp-content/uploads/2009/12/contoh-jurnal-ekonomi-perbankan-dan-ekonomi-mikro.pdf
JUDUL JURNAL : Peranan Hukum Dalam Ekonomi Pasar :
Studi Kasus Indonesia

Oleh: Ditha Wiradiputra
Kesimpulan :



Agar dapat ekonomi pasar Indonesia berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu dapat membuat perekonomian Indonesia menjadi lebih efesien, sangat ditentukan oleh dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat. Tanpa adanya dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat sulit bagi ekonomi pasar dapat bejalan secara baik.
Ekonomi pasar dengan kelembagaan hukum ekonomi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, meskipun terkadang perkembangan kelembagaan hukum ekonomi selalu tertinggal dari perkembangan ekonomi pasar. Namun seharusnya kelembagaan hukum ekonomi dapat selalu mengikuti perkembangan ekonomi pasar.

REVIEW JURNAL

JUDUL JURNAL :  PERKEMBANGAN DOKTRIN TINDAKAN NEGARA (ACT OF STATE DOCTRINE)SETELAH KONSEP KEKEBALAN NEGARA (TEORI IMUNITAS)


Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
  1. Kekebalan mutlak suatu negara saat ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi, karena adanya aktivitas-aktivitas negara dibidang ekonomi untuk memenuhi kesejahteraan rakyatnya.
  2. Berakhirnya konsep kekebalan mutlak bukan berarti negara-negara tidak mempunyai perlindungan atas kedaulatannya. Karena perlindungan kekebalan mutlak dapat diberikan jika suatu negara bertindak sesuai dengan kapasitasnya (tindakan politik) atau iure imperii. Tetapi jika suatu negara bertindak karena aktivitas-aktivitas ekonominya (commercial act) atau iure gestiones perlindungan kekebalan mutlak tidak dapat diberikan.
  3. Yang paling penting dalam hal doktrin tindakan negara (Act of State Doctrine) atau imunitas sekunder, bahwa tindakan suatu negara akan diakui sebagai tindakan dalam kapasitasnya (iure imperii) jika tindakan tersebut dilakukan dalam yurisdiksinya. Dan tindakan di dalam wilayah yurisdiksi tersebut akan menjadi ukuran apakah merupakan tindakan iure imperii atau iure gestiones

REVIEW JURNAL ASPEK-ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

Penulis  : Atje, Suherman, Sarinah, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaraan
Sumber :http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/LEMLIT%20JURNAL%20ASPEK%20HK%20KETENAGAKERJAAN.pdf


Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari data-data hasil penelitian, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Perkembangan usaha Kepariwisataan di Provinsi daerah Tingkat I Jawa Barat
sangat besar peranannya dalam menampung tenaga kerj. Dari sekian banyak
pencari kerja, sebagian dapat disalurkan pada usaha kepariwisataan.
2. Meskipun industri pariwisata besar sekali andilnya bagi pemerintah dalam
membuka lapangan kerja, namun masih banyak kendala-kendala yang
menghambat kelancaran dunia usaha kepariwisataan baik dari masyarakat
pencari kerja maupun dari aparat pemerintah sendiri.
3. Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, pemerintah telah berusaha
untuk meningkatkan sumber daya manusia baik melalui jalur pendidikan
formal maupun jalur latihan kerja.
Saran
1. Diperlukan adanya koordinasi yang baik anatra para pelaku proses produksi
barang dan jasa ( pekerja, pengusaha, pemerintah ) yang berkaitan dengan
kepariwisataan.
2. Diperlukan adanya pendidikan, pembinaan, penyuluhan dan pelatihan
kepariwisataan secara berlanjut dan berkesinambungan.
3. Hendaknya pemerintah menyederhanakan birokratisasi.